Bagaimana kondisi minyak di Indonesia?

directional_drilling_1Indonesia memiliki cadangan minyak 3.6 milyar barrel. Jumlah yang kecil dibandingkan negara seperti Saudi Arabia atau Venezuela yang mencapai sekitar 270 – 300 Milyar barrel. Dengan produksi saat ini sekitar 800-900 ribu barrel, maka cadangan minyak kita akan habis dalam 12 tahun lagi, atau tahun 2027 maka sudah tidak ada minyak lagi yang bisa diambil.

Tapi mengapa seakan minyak yang diambil dari Indonesia seperti belum habis?  Bukankah dari tahun-tahun sebelumnya pernah dikatakan bahwa minyak kita akan habis 10-20 tahun lagi? Disinilah terletak pentingnya eksplorasi.  Jika laju atau proses ekplorasi mampu menghasilkan minyak yang sama dengan yang diproduksi, maka jumlah cadangan minyak akan tetap atau tidak berubah. Bahkan jika eksplorasi bisa menghasilkan temuan atau cadangan yang sangat besar, bisa jadi jumlah cadangan minyak malah bertambah.  Apa yang dihasilkan dari sumur minyak sekarang, adalah eksploitasi dari hasil eksplorasi sekitar 10-15 tahun lalu.

Lantas, bagaimana agar cadangan minyak bisa terus bertahan? Tentunya perlu terus eksplorasi. Padahal minyak sekarang sering berada di bawah cekungan tanah yang umumnya berada di lokasi dalam. Untuk itulah, diperlukan uji seismik-geologi untuk mengetahui profil cekungan di bawah lapisan permukaan bumi. Tidak semua cekungan dibawah itu berisi minyak karena bisa saja berisi air atau gas. Untuk mengebor  minyak, perlu teknologi khusus karena ada yang bisa mencapai 15 km dibawah permukaan tanah. Tidak kebayangkan? Dalamnya pipa yang harus dibuat untuk mendapatkan minyak. Dengan demikian maka investasi eksplorasi sangatlah mahal, bisa sampai bertrilyun-trilyun rupiah. Dan seringkali terjadi, dari sekian yang di bor tidak mendapatkan minyak. Sehingga investasi eksplorasi adalah investasi dengan resiko tinggi, mahal dan padat modal. Sekitar 30% adalah ratio kesuksesan eksplorasi. Artinya dari 10 tempat yang di bor, hanya tiga tempat yang menghasilkan minyak. Bisa jadi untuk pengeboran butuh dana 1 trilyun. Total 7 trilyun hilang.

Tidak banyak perusahaan yang sanggup melakukan eksplorasi sendiri. Pertamina, BUMN migas Indonesia sendiri belum berani melakukan eksplorasi sendiri. Kebijakan pemerintah turut menyumbang kenapa Pertamina tidak bisa sebesar Petronas, yang di tahun 70 an justru belajar dari Pertamina. Petronas tidak diberikan kewajiban membayar deviden, sehingga dananya bisa disisihkan untuk eksplorasi. Lain halnya dengan Pertamina yang punya kewajiban membayar deviden sekian trilyun. Padahal jika bisa digunakan untuk eksplorasi maka akan besar kontribusi pertamina pada migas. Jika Petronas hanya menyumbang ke negara dalam bentuk pajak, maka Pertamina memberikan dana ke pemerintah dalam bentuk pajak dan deviden.  Hal inilah yang menyebabkan eksplorasi lebih banyak dilakukan oleh perusahaan Asing daripada perusahaan lokal. Pertamina lebih suka mengakuisisi lapangan/blok yang sudah ada daripada mencari sendiri, seperti ex BP di Offshore NorthWest Java dan di West Madura Offshore.

Dalam jangka pendek dan menengah, memang Indonesia masih perlu investor asing untuk eksplorasi. Jumlah dana yang besar, resiko yang tinggi tentunya tidak bisa ditanggung BUMN atau swasta nasional. Indonesia memang tidak seperti Venezuela yang memiliki cadangan besar minyak di Orinoco Belt, sekitar 300 milyar barrel sehingga mampu menasionalisasi kontraktor asing di sana. Tapi jika Indonesia tidak melakukan eksplorasi, kita sendiri tidak tahu berapa sebenarnya cadangan asli minyak di Indonesia. Paska lepasnya timor timur/leste, adalah langkah mundur bagi Indonesia, karena celah timor memiliki cadangan gas cukup besar. Sekarang malah negara tetangga Australia yang sudah memanfaatkannya di celah tersebut.

Di tahun mendatang, pemerintah perlu lebih cerdas lagi dalam hal keberpihakan eksplorasi untuk kepentingan rakyat, seperti political will untuk tidak mengambil deviden dari BUMN migas, tetapi hanya mengambil pajaknya saja seperti Petronas Malahsia. Untuk jangka panjang, dalam rangka mengurangi penggunaan energi fosil,  pemerintah seharusnya sudah memikirkan untuk aplikasi kebijakan energy terbarukan seperti yang dilakukan oleh Kosta Rika.

3 pemikiran pada “Bagaimana kondisi minyak di Indonesia?

  1. Ping-balik: Apa penyebab jatuhnya harga minyak dan industri jasa perminyakan? | ilmu SDM

  2. Ping-balik: Apa saja disruptive innovation di sektor oil & gas industry? | ilmu SDM

  3. Ping-balik: Pengelolaan asset di kontraktor migas / industri migas seperti apa? | ilmu SDM

Tinggalkan komentar